Simbok jamu ditengah para pembeli |
Uniknya, dengan pembeli anak-anak, anak muda dan kaum adam, simbok jamu yang satu ini mesra sekali memanggil pelanggannya dengan kalimat, “Ya sayang…., dua ribu aja sayang….kok lama tidak kesini sayang…,” hehehe mungkin sentimen ama ibu-ibu kali ya? Habis kalau ibu-ibu yang beli, ndak pernah manggil sayang-sayang.
Jamu sayang, begitu mungkin sebutannya. Tepatnya di kampung Krembyongan,utara kota Solo. Di bawah pohon magnifera indica, ditambah slayer putih yang dililitkan dileher, jamu gendhong ini mangkal. Tidak perlu pakai hak cipta, simbok ternyata sudah puluhan tahun menjadi penjual jamu. Ramuannya saya coba dengan suami, hmmm….hampir-hampir tak ada ramuan yang pahit seperti jamu-jamu gendhong yang beredar di kampung-kampung. Simbok jamu juga menyediakan telur bebek, telur ayam kampung, dan kapsul untuk pembeli tertentu. Jadi yang beli tinggal bilang, sakitnya apa? atau keluhannya apa? Pantaslah kalau banyak fans jamu gendhongnya.
Sudah berabad-abad, jamu dikenal di Indonesia. Awalnya jamu hanya berkembang didalam lingkungan istana atau keraton, seperti di Kesultanan di Yogyakarta dan Kasunanan di Surakarta. Bahan-bahan dari umbi-umbian, tumbuh-tumbuhan yang diambil akar, daun, kulit kayu, buah dan bunga diolah secara alamiah. Sekarang jamu sudah berkembang luas diluar istana. Jamu jadi resep turun temurun dari para leluhur agar dapat dipertahankan dan dikembangkan.
So..ingin sehat? Coba deh herbal ala simbok jamu gendhong ini. InsyaAllah, bisa membantu menyembuhkan berbagai penyakit, juga dapat menjaga kecantikan.
boleh dong sekali-sekali ajak saya menikmatinya.
BalasHapusoke...silahkan mampir dan dicoba
BalasHapusbunda thofin
BalasHapuswah jadi keinget waktu "dicekoki" jamu sama Almarhumah Simbok ku...wah..wah...rasanya "nikmat" pahitnya...he..he...
bunda, kalo jamu yg ini beda banget. Dijamin tanpa rasa pahit, mungkin visinya 'menghilangkan pahitnya hidup' hehehehe...
BalasHapusMtur nuwun udah bkenan mampir.